DPR Masih Pertanyakan UN





Meski pemerintah telah mengevaluasi dan menetapkan ujian nasional (UN) tetap akan dilaksanakan pada tahun ini, sejumlah anggota Komisi X DPR RI masih memperdebatkan pelaksanaannya. Dalam rapat kerja antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dengan Komisi X DPR, yang berlangsung hingga Senin (30/1/2012) malam, di Gedung DPR RI, para anggota Dewan mengungkapkan beberapa catatan penting yang harus menjadi perhatian Kemdikbud terkait ujian nasional.

Anggota Komisi X DPR Eko Hendro Purnomo menyatakan khawatir terhadap masalah percetakan naskah UN yang tahun ini tersentralisasi. Menurutnya, pemerintah daerah akan enggan bertanggung jawab jika ada kebocoran dalam proses percetakan mau pun distribusi naskah UN.

"Jika pertanggungjawaban ini masih ambigu maka dikhawatirkan pelaksanaan UN akan terhambat," ujarnya.

Sementara itu, anggota Komisi X lainnya Zulfahdli mengatakan, pada tahun-tahun berikutnya, UN tidak dapat lagi dipertahankan mekanisme seadanya. Ia menilai, ada perkembangan ilmu dan teknologi yang tidak mungkin diadopsi oleh UN saat ini.

Perubahan yang dilakukan Kemdikbud, kata dia, hanya sebatas hal teknis seperti kode rahasia yang tertera di setiap lembar naskah UN. Padahal, menurutnya, perubahan mendasar harus dilakukan pada bobot UN sebagai penentu kelulusan yang saat ini proporsinya masih 60 persen dan nilai sekolah hanya 40 persen.

“Kami meminta fifty-fifty agar kewenangan sekolah untuk meluluskan lebih besar. Maka untuk kedepannya kami minta UN harus dikaji kembali,” tegasnya.

Dedi Gumelar, anggota Komisi X asal Fraksi PDI Perjuangan, menyoroti hal lainnya. Ia mengatakan, UN tidak dapat dilaksanakan sebelum Kemdikbud merealisasikan delapan standar pendidikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Ia memaparkan, sampai saat ini delapan standar pendidikan belum merata di seluruh Indonesia. Khususnya mengenai kualitas guru dan sekolah.

“Kemdikbud harus  mengintervensi daerah tertinggal dari Sabang hingga Merauke, masih banyak yang membutuhkan perhatian. Perdebatan tentang UN akan selesai bila standar itu disempurnakan dengan baik,” kata Dedi alias Miing.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh mengatakan jika UN merupakan integrasi dalam jenjang pendidikan.

Menurut Nuh, hal ini terwujud dalam keberlanjutan UN sebagai "paspor" untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi negeri. Perguruan tinggi diperbolehkan melaksanakan seleksi secara mandiri, namun 60 persen siswanya harus diterima melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selain itu, kata dia, UN juga mempunyai aspek integrasi kewilayahan dimana semua siswa mengerjakan soal yang sama sehingga menjadi satu kesatuan dalam konsep NKRI dan integrasi kualifikasi.